JASA MARGA PEGIAT ALAM (JASMAPALA) ALAMAT: PLAZA TOL TAMAN MINI INDONESIA INDAH, JAKARTA 13550, EMAIL: jasmapala@jasamarga.co.id

Selasa, 10 Juli 2007

TAK SEKEDAR MENCAPAI PUNCAK


Hiking atau mendaki gunung adalah olahraga petualangan yang cukup berisiko। Namun, jika semuanya dilakukan dengan penuh persiapan, rasa puas akan Anda rasakan setibanya dipuncak gunung.

APA sih yang dicari dipuncak gunung? Pertanyaan itulah yang selalu dilontarkan masyarakat awam kepada para pendaki gunung (pecinta alam) . Memang hal itu sulit dijawab dan dijelaskan secara gambling.
Pendaki gunung legendaris asal inggris, Sir George Leigh Mallory, kerap menjawab pendek pertanyaan tersebut dengan kata-kata,”Becauseitis there”. Kata-kata ini melukiskan betapa sulitnya menjawab pertanyaan tersebut tanpa merasakan sendiri pengalaman mendaki gunung atau menggeluti kegiatan petualangan ini.
Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) sebagai kelompok pecinta alam yang tergolong lama di Indonesia contohnya, mereka mempunyai alasan berbeda dari Mallory. Dalam halaman muka buku pegangan petualangan yang dimilliki seluruh anggotanya tertulis, “Nasionalisme tidak dapat tumbuh dari slogan atau indroktinasi.Cinta Tanah Air hanya tumbuh dari melihat langsung alam dan masyarakatnya. Untuk itulah, kami naik gunung.”
Pengelola toko perlengkapan outdooractivity Kataraft (Bogor) yang juga hobi mendaki gunung, Wahyu Indrawan, mengatakan, jika telah mencapai puncak gunung akan mendapatkan kepuasan tersendiri yang sulit diungkapkan. Selain itu, lanjut dia, mendaki gunung merupakan salah satu cara saja dari sekelompok orang untuk mensyukuri keindahan ciptaan Tuhan.
Sementara itu salah seorang wanita pendaki, Vina, mengungkapkan, “sama saja kalau ditanyakan dengan orang yang hobi mincing, apa sih enaknya mincing?” Yang jelas, tidak seorang petualang alam melakukan kegiatan itu dengan alasan untuk gagah-gagahan. Dengan begitu, tidak ada istilah modal nekat dalam mendaki gunung.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, gunung mengandung makna ’bukit yang sangat besar dan tinggi, biasanya tingginya lebih dari 600 meter’, sedangkan puncak didefinisikan sebagai ’bagian teratas dari sebuah gunung’. Definisi ini penting untuk membedakan aktivitas berkemah dangan mendaki gunung.
Mengenai perbedaan ini Wahyu berkomentar, berkemah merupakan aktivitas yang dilakukan disekitar kaki gunung, biasanya dilakukan dilokasi sekitar camping ground. Sementara, naik gunung (hiking) merupakan sebuah aktivitas perjalanan mendaki gunung dengan tujuan yang sudah pasti, biasanya mencapai puncak gunung tersebut. Memang dia menilai aktivitas naik gunung tidak selalu bertujuan mencapai puncak. Banyak pula para pendaki yang bertujuan hanya mencapai ketinggian tertentu. ”Tapi, kebanyakan tujuannya adalah puncak, apalagi kalau gunung itu belum pernah didaki,” ungkap Wahyu.

Persiapan Menentukan Keselamatan
Sebagai olahraga yang tergolong ekstrem dan berisiko, untuk melakukan perjalanan mendaki gunung membutuhkan berbagai persiapan, mulai dari persiapan fisik, pengetahuan mountainering hingga perlengkapan P3K. Bagaimanapun, gunung adalah alam yang berisiko. Tebing terjal, udara dingin hingga angin yang kencang menjadi potensi resiko bila pendaki tidak membekali diri dengan peralatan, kekuatan fisik, pengetahuan tentang alam dan navigasi darat.
Tidak ada seorang pendaki yang dapat mengatur bahaya objektif ini. Namun, pendaki dapat mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan terhindar dari bahaya saat pendakian. Bila pendaki tidak mempersiapkan pendakian, dia hannya memperbesar bahaya subjektif. Misalnya, bahaya kedinginan karena pendaki tidak membawa jaket tebal atau tenda untuk menahan udara dingin dan angin kencang.

Salah seorang anggota Mapala UI Beni Lesmana mengatakan, secara umum persiapan mendaki gunung terbagi menjadi 3 bagian, yaitu persiapan perlengkapan, persiapan stamina, dan penguasan medan। ”tiga hal ini adalah yang saya rasa penting dilakukan,” ujar Beni। Untuk persiapan perlengkapan, Beni menjelaskan, perlengkapan mendaki gunung secara umum terbagi menjadi 2 bagian, yakni perlengkapan kelompok dan perlengkapan pribadi।
Perlengkapan kelompok terdiri atas tenda, bahan-bahan makanan, peralatan P3K, alat penerangan , seperti senter atau lilin, peralatan memasak yang meliputi kompor beserta bahan bakarnya, misting, dan wadah hingga perlengkapan navigasi dan survival, seperti kompas atau peta. Sementara, perlengkapan perorangan terdiri atas ransel (carrier) , sepatu hiking, matras, topi atau penutup kepala, alat penahan dingin yang meliputi jaket, baju, kantong tidur (sleeping bag), sarung tangan hingga peralatan pribadi.

Kedua adalah persiapan stamina yang meliputi persiapan fisik sebelum melakukan perjalanan. Mendaki gunung merupakan kegiatan fisik berat yang cukup melelahkan. Karena itu, kebugaran fisik adalah hal yang mutlak. Untuk berjalan dihutan tentunya pendaki akan menemui berbagai hambatan dan kendala.

Contohnya: untuk menarik badan dari rintangan dahan atau batu, memerlukan otot tungkai dan tangan yang kuat. Begitupun saat menahan beban ransel, diperlukan daya tahan tubuh dan otot bahu yang kuat. Semua itu memerlukan persiapan fisik karena perjalanan mendaki gunung membutuhkan waktu berjam-jam bahkan hingga hitungan hari untuk bisa tiba dipuncak.
Beni mengatakan, sebenarnya persiapan stamina ini tidak mutlak diperlukan jika pendaki sudah terbiasa berolahraga. ”Kalau sudah terbiasa olahraga, ya enggak perlu persiapan khusus,” ungkapnya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar