JASA MARGA PEGIAT ALAM (JASMAPALA) ALAMAT: PLAZA TOL TAMAN MINI INDONESIA INDAH, JAKARTA 13550, EMAIL: jasmapala@jasamarga.co.id

Jumat, 20 Juli 2007

JASA MARGA DI PUNCAK GUNUNG SLAMET



Melalui Jasmapala sebagai wadah pegiat alam PT Jasa Marga (Persero) kibaran bend
era Jasa Marga berada di ketinggian 3428 Mdpl puncak Gunung Slamet. Dalam rangka memenuhi undangan Hari Ulang Tahun Kota Tegal yang ke 406 kegiatan tersebut dihadiri oleh lebih dari 160 orang peserta yang terdiri dari berbagai kelompok pegiat alam seluruh Jawa ini dilaksanakan pada tanggal 6 hingga 8 Juli 2007, adapun kelompok pegiat alam dari PT Jasa Marga (Persero) yang diwakili oleh tim gabungan Jasmapala dari Cabang se Jabotabek Cabang Jagorawi diwakili oleh Effendi dan Ferry, Cabang Cikampek diwakili oleh A. Bachkrie, Cabang Cawang Tomang Cengkareng diwakili oleh Erwin dan Cabang Purbaleunyi diwakili oleh Hary Taruna dan Haryono.

Untuk pendakian gunung slamet dilakukan pagi hari karena jalur yang dilalui terlalu rumit dan terjal, di butuhkan waktu 2 hari 1 malam, Gunung Slamet mempunyai 4 jalur pendakian antara lain: jalur Bambangan, Moga, Guci dan Baturaden, jalur Bamabangan ada di daerah bobotsari, jalur Baturaden ada di daerah Purwoketo, jalur Guci dan Moga ada di daerah Tegal, jalur yang dilalui untuk pendakian masal adalah jalur GUCI .

Jalur awal pada pendakian sangatlah landai menyusuri lereng bukit yang di dominasi dengan alang-alang, pohon pinus dan cemara. Setelah berjalan 3 km kita tiba di pondok cemara, dari pondok cemara dimulai sudut yang tidak terlalu besar yaitu dengan kemiringan jalur sekitar 25 derajat, pada jalur ini banyak terdapat pohon tumbang dan ranting-ranting sehingga kita harus sering menundukan kepala. Pukul 12.17 tim Jasmapala tiba di pondok pinus, untuk beristirahat sejenak.

Jalur semakin sulit di tempuh, sesekali jalur naik turun karena jalur terhalang oleh batang dan ranting pohon sehingga kami terpaksa merangkak untuk melewatinya. Pada ketinggian sekitar 2800 Mpdl tim Jasmapala tiba di pondok kematus, di Pondok ini satu-satunya mata air, tim Jasmapala harus mengambil air untuk bekal sampai puncak. Waktu menunjukan pukul 18.00 matahari mulai tenggalam masing-masing pendaki mengeluarkan senter untuk membantu penglihatan, perjalanan pun dilanjutkan. Pukul 19.20 tim pendaki Jasmapala tiba di pondok pelawangan, di sini para pendaki mendirikan tenda untuk beristirahat dan mempersiapkan fisik yang kemudian pada pukul 03.00 pagi kami meneruskan pendakian, hanya makanan dan air yang dibawa, semua peralatan di tinggal. Dari pondok pelawangan menuju puncak gunung Slamet berjarak 2 jam 30 menit, di jalur ini kita tidak menemui pohon-pohon besar yang sudah kita lalui sebelumnya, kita melewati jalur kerikil dan pasir yang sangat curam dan mudah terperosok.

Pukul 05.30 kemenangan di capai dengan rintangan yang kami lalui, tim Jasmapala tiba dipuncak Gunung Slamet dengan ketinggian 3428 Mpdl. Tim dari Jasmapala menancapkan bendera Jasa Marga dipuncak Gunung Slamet, akibat angin yang sangat kencang membuat tim Jasmapala tidak terlalu lama di puncak Gunaung Slamet yang mempunyai suhu pada saat itu mencapai 10 derajat celcius. Setelah 2 jam berada dipuncak tim Jasmapala melanjutkan perjalanan untuk kembali ke Pondok Pelawangan, angin bertambah kencang.

Selasa, 10 Juli 2007

PACKING EFISIEN



MENARUH barang didalam ransel amat berbeda dengan cara memasukkan buku-buku kedalam day pack (ransel kecil yang biasa digunakan kesekolah)। Buku, baju, kalkulator dapat dimasukkan begitu saja kedalam day pack. Sebaliknya, barang-barang pendakian harus dimasukkan kedalam ransel dengan aturan tertentu sehingga mengurangi rasa sakit pada saaat memanggul dan menghindari ruang kosong di dalam ransel.     

Untuk itu, langkah pertama mengepak perlengkapan pendakian adalah mengelompokkan barang menurut jenis, seperti pakaian dan kantong tidur, alat memasak, tenda, hingga makanan। Bungkus sejumlah kelompok barang itu kedalam kantong-kantong plastik agar mudah dicari. Sebagian besar pandaki menganggap, mengepak barang merupakan seni tersendiri dan kerap mengasyikan.

Bila barang perlengkapan telah terkumpul, masukkan semua kedalam ransel। Jangan biarkan ada sejumlah barang seperti cangkir atau sandal diikat diluar ransel. Selain tidak sedap dipandang, risiko hilang selama pendakian, amat besar. Meski demikian, ada beberapa barang yang ditoleril bila ditaruh diluar ransel dan diikat dengan tali webing ransel. Misalnya, matras karet dan tiang tenda. Namun, yakinkan, semua telah diikat dengan kencang.


Hal yang harus diperhatikan :

Letakkan barang ringan di bagian bawah dan barang berat di bagian atas

Barang-barang yang diperlukan paling akhir (misalnya peralatan tenda dan tidur), ditaruh dibagian bawah dan barang yang sering dikeluar-masukkan (seperti jaket, jas hujan, botol air) dibagian atas

Jangan biarkan ada ruang kosong didalam ransel, contoh: manfaatkan bagian dalam panci sebagai tempat menyimpan beras




TAK SEKEDAR MENCAPAI PUNCAK


Hiking atau mendaki gunung adalah olahraga petualangan yang cukup berisiko। Namun, jika semuanya dilakukan dengan penuh persiapan, rasa puas akan Anda rasakan setibanya dipuncak gunung.

APA sih yang dicari dipuncak gunung? Pertanyaan itulah yang selalu dilontarkan masyarakat awam kepada para pendaki gunung (pecinta alam) . Memang hal itu sulit dijawab dan dijelaskan secara gambling.
Pendaki gunung legendaris asal inggris, Sir George Leigh Mallory, kerap menjawab pendek pertanyaan tersebut dengan kata-kata,”Becauseitis there”. Kata-kata ini melukiskan betapa sulitnya menjawab pertanyaan tersebut tanpa merasakan sendiri pengalaman mendaki gunung atau menggeluti kegiatan petualangan ini.
Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) sebagai kelompok pecinta alam yang tergolong lama di Indonesia contohnya, mereka mempunyai alasan berbeda dari Mallory. Dalam halaman muka buku pegangan petualangan yang dimilliki seluruh anggotanya tertulis, “Nasionalisme tidak dapat tumbuh dari slogan atau indroktinasi.Cinta Tanah Air hanya tumbuh dari melihat langsung alam dan masyarakatnya. Untuk itulah, kami naik gunung.”
Pengelola toko perlengkapan outdooractivity Kataraft (Bogor) yang juga hobi mendaki gunung, Wahyu Indrawan, mengatakan, jika telah mencapai puncak gunung akan mendapatkan kepuasan tersendiri yang sulit diungkapkan. Selain itu, lanjut dia, mendaki gunung merupakan salah satu cara saja dari sekelompok orang untuk mensyukuri keindahan ciptaan Tuhan.
Sementara itu salah seorang wanita pendaki, Vina, mengungkapkan, “sama saja kalau ditanyakan dengan orang yang hobi mincing, apa sih enaknya mincing?” Yang jelas, tidak seorang petualang alam melakukan kegiatan itu dengan alasan untuk gagah-gagahan. Dengan begitu, tidak ada istilah modal nekat dalam mendaki gunung.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, gunung mengandung makna ’bukit yang sangat besar dan tinggi, biasanya tingginya lebih dari 600 meter’, sedangkan puncak didefinisikan sebagai ’bagian teratas dari sebuah gunung’. Definisi ini penting untuk membedakan aktivitas berkemah dangan mendaki gunung.
Mengenai perbedaan ini Wahyu berkomentar, berkemah merupakan aktivitas yang dilakukan disekitar kaki gunung, biasanya dilakukan dilokasi sekitar camping ground. Sementara, naik gunung (hiking) merupakan sebuah aktivitas perjalanan mendaki gunung dengan tujuan yang sudah pasti, biasanya mencapai puncak gunung tersebut. Memang dia menilai aktivitas naik gunung tidak selalu bertujuan mencapai puncak. Banyak pula para pendaki yang bertujuan hanya mencapai ketinggian tertentu. ”Tapi, kebanyakan tujuannya adalah puncak, apalagi kalau gunung itu belum pernah didaki,” ungkap Wahyu.

Persiapan Menentukan Keselamatan
Sebagai olahraga yang tergolong ekstrem dan berisiko, untuk melakukan perjalanan mendaki gunung membutuhkan berbagai persiapan, mulai dari persiapan fisik, pengetahuan mountainering hingga perlengkapan P3K. Bagaimanapun, gunung adalah alam yang berisiko. Tebing terjal, udara dingin hingga angin yang kencang menjadi potensi resiko bila pendaki tidak membekali diri dengan peralatan, kekuatan fisik, pengetahuan tentang alam dan navigasi darat.
Tidak ada seorang pendaki yang dapat mengatur bahaya objektif ini. Namun, pendaki dapat mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan terhindar dari bahaya saat pendakian. Bila pendaki tidak mempersiapkan pendakian, dia hannya memperbesar bahaya subjektif. Misalnya, bahaya kedinginan karena pendaki tidak membawa jaket tebal atau tenda untuk menahan udara dingin dan angin kencang.

Salah seorang anggota Mapala UI Beni Lesmana mengatakan, secara umum persiapan mendaki gunung terbagi menjadi 3 bagian, yaitu persiapan perlengkapan, persiapan stamina, dan penguasan medan। ”tiga hal ini adalah yang saya rasa penting dilakukan,” ujar Beni। Untuk persiapan perlengkapan, Beni menjelaskan, perlengkapan mendaki gunung secara umum terbagi menjadi 2 bagian, yakni perlengkapan kelompok dan perlengkapan pribadi।
Perlengkapan kelompok terdiri atas tenda, bahan-bahan makanan, peralatan P3K, alat penerangan , seperti senter atau lilin, peralatan memasak yang meliputi kompor beserta bahan bakarnya, misting, dan wadah hingga perlengkapan navigasi dan survival, seperti kompas atau peta. Sementara, perlengkapan perorangan terdiri atas ransel (carrier) , sepatu hiking, matras, topi atau penutup kepala, alat penahan dingin yang meliputi jaket, baju, kantong tidur (sleeping bag), sarung tangan hingga peralatan pribadi.

Kedua adalah persiapan stamina yang meliputi persiapan fisik sebelum melakukan perjalanan. Mendaki gunung merupakan kegiatan fisik berat yang cukup melelahkan. Karena itu, kebugaran fisik adalah hal yang mutlak. Untuk berjalan dihutan tentunya pendaki akan menemui berbagai hambatan dan kendala.

Contohnya: untuk menarik badan dari rintangan dahan atau batu, memerlukan otot tungkai dan tangan yang kuat. Begitupun saat menahan beban ransel, diperlukan daya tahan tubuh dan otot bahu yang kuat. Semua itu memerlukan persiapan fisik karena perjalanan mendaki gunung membutuhkan waktu berjam-jam bahkan hingga hitungan hari untuk bisa tiba dipuncak.
Beni mengatakan, sebenarnya persiapan stamina ini tidak mutlak diperlukan jika pendaki sudah terbiasa berolahraga. ”Kalau sudah terbiasa olahraga, ya enggak perlu persiapan khusus,” ungkapnya.